DRAMA REMAJA
CALON
ARANG
Karya : Luthfi Rachman
PARA PELAKU : 1. RAJA ERLANGGA
2.
PATIH DHARMAMURTI
3.
KAMURUHAN
4.
PENDETA BHARABAH
5.
WEDAWATI
6.
MPU BAHULA
7.
CALON ARANG
8.
RATNA MANGGALI
9.
WOKCIRSA
10.
MAHISAWADANA
11.
LARUNG
12.
KARJAN
13.
MBOK MIRAH
14.
ATUN
15.
KANG CARIK
16.
BEBERAPA SYETAN-SYETAN
17.
MAYAT
BAGIAN I
CUACA DALAM KEGELAPAN,
TERDENGAR SUARA GONG/BEDUK DIPUKUL SATU-SATU MENJAUH SAMAR-SAMAR.
TIGA ORANG MURID CALON
ARANG, IALAH WOKCIRSA, MAHISAWARDANA, LARUNG BERDIRI MENYEBAR SIKAP TEGAP,
TANGAN BERSEDEKAP, MEMEJAMKAN MATA DENGAN KEPALA TEGAK.
KEMUDIAN BERMUNCULAN SATU
DEMI SATU SYETAN-SYETAN KUBURAN BERPOCONGAN PUTIH-PUTIH. MNEREKA MELANGKAH
LEMAS MEMUTARI KETIGA TUBUH MURID CALON ARANG ITU. SETELAH SYETAN-SYETAN ITU
LENYAP, LALU WOKCIRSA SADAR, MELIHAT KESANA-KEMARI, MENGUSAP-USAP MATA, GEMETAR
KETAKUTAN MEMANDANG KEADAAN SEKELILINGNYA YANG SUNYI.
DENGAN WAJAH DUNGU, BINGUNG
DAN KETAKUTAN IAPUN MELANGKAH TERJINJIT-JINJIT MENEPUK LENGAN MAHISAWARDANA,
SEHINGGA MAHISAWARDANA TERJINGKAT KAGET MENJERIT, MENYEBABKAN LARUNG IKUT
TERJINGKAT MENJERIT, JUGA WAKCIRSA SENDIRI IKUT TERJINGKAT MENJERIT MEMELUK
TUBUH LARUNG.
CUACA BERUBAH TERANG
BENDERANG, BUNYI GONG/BEDUK JUGA LENYAP.
MAHISAWARDANA : Cirso, kenapa kau jadi berisik?
WOKCIRSA : (GEMETAR KETAKUTAN) Aku tak sanggup berdiri
berjauhan, sebaiknya kita kumpul saja. Makan tidak makan asal kumpul.
LARUNG : (KESAL MONDAR MANDIR) Batal….! Baru sepuluh
menit kita tapa branta sudah batal. (TEMPO) Cirsa, kau yang menyebabkan niat
kita batal!
WOKCIRSA : Who, yang batal siapa? ‘Kan kalian berdua, ha?
MAHISAWARDANA : Semua
batal, dan kita akan diumpat Calonarang.
WOKCIRSA : Tidak bisa! (TEMPO) Kalian berdua yang batal,
saya tidak!
LARUNG : Ha? Kenapa kau bilang tidak?
WOKCIRSA : Ya, baru kena sentuh kalian sudah berjingkat
menjerit.
MAHISAWARDANA : Who,
kau sendiri yang bikin gara-gara!
WOKCIRSA : Nah, tandanya kalian tidak kuat bathin,
gampang kena goda. (TEMPO) Kalian terjaga karena kena goda, bukan?
MAHISAWARDANA DAN LARUNG
TAK MENJAWAB, MEREKA SALING PANDANG MEMANDANG DUNGU.
WOKCIRSA : Sedangkan aku terjaga karena keadaan diriku
sendiri.
MAHISAWARDANA : Kau
terjaga karena keadaan diri sendiri, lantas tapamu tidak batal, ha? Coba
terangkan, dasar primbon yang mana yang kau pakai?
WOKCIRSA : Mana saya bisa menerangkan, semua primbon ada
di tangan Calonarang.
LARUNG : Monyong….! Jangan kau mau menang sendiri. Sok
berlagak benar. Koreksi dulu dalam bathinmu! (TEMPO) Saya jadi tidak percaya
pada orang-orang yang mengaku dirinya benar dan suci, padahal dalam dirinya
penuh kotoran tahi kucing.
MAHISAWARDANA : Sudahlah,
jangan mempertentangkan kesucian. Memang kita semua ini kotor, sama kotornya
dengan orang-orang dalam penjara Nusakambangan.
LARUNG : Ya, sekarang kita batal bertapa, besok ‘kan
bisa ulangi. Sekarang tugas kotor itu yang harus kita pikirkan.
WOKCIRSA : (DUDUK SEENAKNYA) Mana bisa kita mengobrak
abrik dalam istana Erlangga, selama kita terus menerus gagal dalam bertapa.
LARUNG : Tapi hampir semua anak-anak penduduk di
seberang desa Girah sudah kesakitan dan mati.
MAHISAWARDANA : Larung,
operasi kita minggu yang lalu belum kau laporkan pada Calonarang, Kan?
LARUNG : Tetapi Calonarang sudah tahu apa yang telah
kita kerjakan.
MAHISAWARDANA : Bagaimana
kalau nanti malam kita lancarkan operasi kukukbekuk menyerang golongan
wanita-wanita, setuju?
WOKCIRSA : (BANGKIT BERDIRI) Jangan gegabah! Kita harus
mendapat petunjuk dulu dari Calonarang.
DI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA GONG /
BEDUK DIPUKUL SATU-SATU, MAKIN DEKAT MAKIN DEKAT, SEHINGGA WOKCIRSA,
MAHISAWARDANA DAN LARUNG MENJADI TEGANG DAN GELISAH MEMANDANG KE ATAS
KESANA-KEMARI.
LARUNG : Bunyi apakah itu?
MAHISAWARDANA : Pasti
bunyi-bunyian itu datangnya dari seberang sungai Girah.
WOKCIRSA : YA, SUDAH TENTU SEMALAM Calonarang mengadakan
operai.
LARUNG : Tidak mungkin! (TEMPO) Bunyi itu seperti tanda
keributan, siapa tahu kalau penduduk dn perajurit-perajurit Erlangga menyerang
kita?
MAHISAWARDANA : Apa
yang kalian khawatirkan? Calonarang tidak akan tinggal diam.
WOKCIRSA : Tapi sudah dua hari ini kita tidak menghadap
Calonarang.
LARUNG : Ya, kita bisa diumpatnya, Dana!
MAHISAWARDANA : (BINGUNG)
Ya, sebaiknya sekarang kita berlindung ke sana!
LARUNG : (TEGANG) Ya…., ya, kita berangkat sekarang.
WOKCIRSA : (KETAKUTAN, GEMETAR) Tubuhku jadi panas
dingin!
LARUNG : (JENGKEL) Ah, selamanya kau penakut! Ayolah….!
MEREKA BERTIGA BERANGKAT, SUARA GONG / BEDUK MAKIN
DEKAT. TIBA-TIBA CUACA MENJADI MENDUNG DAN SURAM, KEMUDIAN GELAP.
LALU SATU PERSATU SYETAN-SYETAN KUBUR BERPOCONGNGAN
PUTIH-PUTIH BERMUNCULAN DENGAN LANGKAH-LANGKAH LEMAS MELEWATI JALANAN ITU.
AKHIRNYA LENYAP…
BAGIAN I I
BALAIRUNG ISTANA KERAJAAN ERLANGGA, SAAT ITU RAJA
ERLANGGA DUDUK MENUNDUK DLAM KERISAUAN HATINYA MENERIMA LAPORAN PATIH
DHARMAMURTI
PATIH
DHARMAMURTI : Penyakit tiban itu sudah menyerang anak-anak, tuanku (TEMPO) Pagi
sakit sore mati, sulit untuk menolongnya, karena penyakit itu datang dengan
tiba-tiba.
RAJA ERLANGGA BANGKIT BERDIRI DAN MELANGKAH DENGAN
SIKAP PRIHATIN.
RAJA
ERLANGGA : Kau harus bisa mengambil kebijaksanaan,
selidiki dulu apa sebab musababnya. Anak-anak kecil itu pada musim hujan
gampang terserang pilek.
PATIH
DHARMAMURTI : Tidak ada musim hujan nyatanya anak-anak itu juga jatuh sakit dan
mati.
RAJA
ERLANGGA : Mungkin karena kubangan-kubangan yang berair
keruh, nyamuk-nyamuk bisa bersarang disana. Juga tumpukan sampah-sampah di
pinggir jalan menyumbat selokan, akibatnya tikus-tikus piti dan tontong
berkembang biak di sana. (TEMPO) Semua itu bisa mendatangkan penyakit, ya ‘kan?
PATIH
DHARMAMURTI : Tetapi kami sudah melancarkan kerja bakti untuk membersihkan
selokan dan sampah-sampah.
RAJA
ERLANGGA : (BERPIKIR) Paman, usahakan agar semua penduduk
tenang. Jangan boleh membawa anak-anak keluar malam, bisa sawanan dan mudah
terserang batuk pilek.
PATIH
DHARMAMURTI : Sejak merajalelanya penyakit tiban itu, semua penduduk tidak mau
keluar malam. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari di balik bumi bagian
barat, sejak itu pula semua penduduk mengurung diri dalam rumahnya
sendiri-sendiri.
RAJA
ERLANGGA : (PRIHATIN) Paman Dharmamurti, dengan caramu
kau harus bisa memberantas wabah penyakit itu. Obat-obat di puskesmas harus
dilengkapi.
PATIH
DHARMAMURTI : Saya rasa penyakit itu bukan wabah yang wajar, tuanku.
RAJA
ERLANGGA : Apa kalu tidak wabah? Lalat dan tikus musuh
manusia yang paling berbahaya ya’ kan?
PATIH
DHARMAMURTI : Bukan (TEMPO)
Bukan
wabah, tuanku! Dan semua penduduk sudah beranggapan sama, tetapi mereka tidak
berdaya untuk menghadapinya.
RAJA
ERLANGGA : (HERAN) Apa? Apa yang kau maksud itu?
PATIH
DHARMAMURTI : Janda dari Girah, tuanku.
RAJA
ERLANGGA : (MENATAP TEGANG) (MENDESIS) Ca lo na rang…?
DENGAN CEMAS RAJA ERLANGGA MELANGKAH LEMAS DAN DUDUK,
IA DILIPUTI RASA PRIHATIN YANG DALAM.
RAJA
ERLANGGA : (MENDESIS) Calonarang masih melancarkan dendam
tak beralasan itu.
PATIH
DHARMAMURTI : Itulah yang sangat ditakuti oleh semua penduduk.
RAJA
ERLANGGA : (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH) Dendam itu
harusnya ditujukan kepadaku, kepada seluruh penghuni istana ini. Tetapi mengapa
Calonarang melancarkan rasa dendamnya itu kepada penduduk yang tidak tahu
apa-apa, yang tidak berdosa.
PATIH
DHARMAMURTI : Maaf tuanku, saya beranggapan sebaiknya Calonarang dilenyapkan saja
dari muka bumi ini.
RAJA
ERLANGGA : Saya masih memberi kesempatan kepadanya, agar
dia mau menyadari diri, mau menghayati rasa kemanusiaannya.
TIBA-TIBA MUNCUL KAMURUHAN
KEPALA PRAJURIT KERAJAAN ERLANGGA, MELAPORKAN.
KAMURUHAN : Maaf tuanku. (TEMPO)
Hari
ini banyak penduduk yangberangkat mengungsi meninggalkan wilayah daerah kita.
RAJA
ERLANGGA : (KAGET) Tentunya kau harus cepat bertindak
mengadakan pencegahan, tolol!
KAMURUHAN : (KETAKUTAN) Mereka sudah dibayangi ketakutan, tuanku.
RAJA
ERLANGGA : (CEMAS MONDAR MANDIR) Kau bisa memberi
penerangan. (TEMPO) Dan bagaimana caramu agar penduduk tidak gelisah.
PATIH
DHARMAMURTI : Maaf, tuanku! Laporan Kamuruhan memang benar, penduduk sudah tidak
mau berhubung dengan Puskesmas, karena mereka tahu penyakit itu dibikin oleh
Calonarang.
RAJA
ERLANGGA : (TEGANG) Jangan wilayah kita menjadi kosong.
Sebaiknya anak-anak kecil saja yang diungsikan!
KAMURUHAN : Sejak semalam Calonarang sudah menyerang orang-orang tua, kang
Jari, kang Karto, mbok Sarmi, ning Ipah tanpa sebab jatuh sempoyongan dan mati
dengan kejang-kejang (TEMPO) peristiwa itulah yang menyebabkan semua penduduk
kalang kabut kehilangan kepercayaan…
RAJA
ERLANGGA : (MENYESAL) Mbok Sarmi juragan kembang itu juga
mati. (DUDUK LEMAS, CEMAS) Calonarang betul-betul biadab, rupanya dia
mengarahkan syetan-syetan di seluruh wilayah kerajaan (TEGAS) Kamuruhan,
perintahkan kepada perajurit-perajurit untuk menyerbu tempat pertapaan
Calonarang, melawan tidak melawan tembak dia di tempat, ngerti?
KAMURUHAN : Sekarang juga kami kerjakan !
KAMURUHAN MENGHORMAT DAN PERGI, KEMUDIAN DENGAN
TEGANG, GELISAH MELANGKAH KESAN-KEMARI RAJA ERLANGGA MENGUMPAT.
RAJA
ERLANGGA : Manusia jelmaan syetan itu harus dimusnahkan
dari muka bumi, tidak saja tenungnya, bau keringatnya yang amis itu sudah
menyebarkan kematian. Biadab…! (TEMPO) Paman, seluruh penghuni istana mulai
saat ini jangan boleh keluar dari pintu gerbang.
PATIH
DHARMAMURTI : Kami kerjakan, tuanku.
PATIH DHARMAMURTI MELANGKAH PERGI. RAJA ERLANGGA
DALAM KECEMASAN MELANGKAH DAN DUDUK DENGAN SIKAP PRIHATIN. KEMUDIAN CUACA
MENJADI SURAM SAMPAI GELAP, RAJA ERLANGGA MENEGAKKAN DUDUKNYA SAMBIL MEMEJAMKAN
MATANYA.
PADA SAAT ITULAH BERMUNCULAN SATU DEMI SATU
SYETAN-SYETAN KUBURAN BERPOCONGAN PUTIH-PUTIH, DI KEJAUHAN TERDENGAR BUNYI GONG
/ BEDUK, DN SYETAN-SYETAN ITU MELANGKAH LEMAS MENDEKATI RAJA ERLANGGA YANG
TETAP DUDUK TEGAP.
LALU SYETAN-SYETAN ITU MENGERUBUTI RAJA ERLANGGA.
KETIKA ITULAH RAJA ERLANGGA MENYENTAKKAN TUBUHNYA BANGKIT BERDIRI SAMBIL
BERTERIAK, SEHINGGA SYETAN-SYETAN ITU JUGA MENJERIT TERSENTAK GENTAYANGAN,
SEMRAWUT DAN LENYAP.
RAJA ERLANGGA MELANGKAH KE TENGAH DENGAN SIKAP
PERKASA, NAFASNYA MENDESAH-DESAH.
PADA SAAT ITULAH MUNCUL PATIH DHARMAMURTI.
PATIH
DHARMAMURTI : (TEGANG) Saya dengar seperti ada keributan, tuanku?
RAJA
ERLANGGA : Benar-benar Calonarang harus dilenyapkan.
(TEMPO)
(TEGANG)
Syetan-syetan itu sudah mulai memasuki istana kerajaan Kahuripan ini.
PATIH
DHARMAMURTI : Maaf, Tuanku! Saya berkehendak diadakan upacara keagamaan untuk
mengusir syetan-syetanitu.
RAJA
ERLANGGA : Saranmu tidak ada jeleknya. Tetapi Calonarang
harus musnah!
PATIH
DHARMAMURTI : Perajurit-perajurit sudah diberangkatkan, menjelang petang nanti
mereka sampai dipertapaan Calonarang di desa Girah.
RAJA
ERLANGGA : Taburkan semua sesjian di pintu gerbang istana
(TEMPO) Ayolah, kit awasi tempat peraduan permaisuri.
RAJA ERLANGGA MELANGKAH
PERGI DIIKUTI PATIH DHARMAMURTI.
BAGIAN I I I
DI SEBUAH HUTAN GIRAH, CALONARANG SEDANG MELAKUKAN
PENGGEMBLENGAN KEPADA LARUNG, MAHISAWARDANA, WOKCIRSA
CALONARANG YANG BERTUBUH KURUS, RINGGAL TULANG
BERBALUT KULIT, BERAMBUT PANJANG ACAK-ACAKAN, DENGAN WAJAH CEKUNG MATA MELOTOT,
BERDIRI DI ATAS BATU BESAR DENGAN TANGAN KANAN MEMBAWA TONGKAT.
SEDANGKAN KETIGA ORANG MURIDNYA ITU DUDUK BERSILA
MENGHADAP CALONARANG.
CALONARANG : (MENGANGKAT KEDUA TANGAN KE ATAS) Suuuu…. Byung!
MURID
MURID : (MENGANGKAT KEDUA TANGAN KE ATAS, LALU
DIREBAGKAN KE TANAH SMBIL MENIRUKAN, KOOR) Suuu… byung!
CALONARANG : (MENURUNKAN TANGANNYA) Jaranan….!
MURID
MURID : (KEMBALI DUDUK SEPERTI SEMULA, MENIRUKAN, KOOR)
Jaranan!
CALONARANG : Kalian sudah hidup di dua samudra! Samudra gaib dan samudra nyata.
Alam jim syetan dan alam manusia! Hidupmu sebagai manusia adalah orang yang
diam dan penerima, sedangkan hidupmu sebagai jim syetan adalah lelambut yang
murka dan haus darah. (TEMPO)
Jangan
kau tidak mematuhi perintah, karena tubuhmu sendiri bisa musnah! Kau harus bisa
menghisap darah, lepaskan bajumu sebagai manusia. Karena manusia juga punya
hati syetan, punya sifat angkara murka, kebusukan yang tersimpan dalam jiwanya.
Hai… ! (TEGANG) Manusia itu pengecut, mereka menyebut dirinya paling suci di
dunia, padahal dalam hatinya terselubung kotoran-kotoran sampah, wajahnya
bertopeng tahi kerbau. Berangkatlah kalian selama kalian ada kesempatan!
Hancurkan semua kerajaan manusia!
CALONARANG MENGANGKAT KEDUA
TANGAN.
CALONARANG : Suuuu… byung!
MURID
MURID : (MENIRUKAN, KOOR) Suuu… byung!
KEMUDIAN KETIGA MURIDNYA ITU BANGKIT BERDIRI DAN
MELANGKAH PERGI.
CUACA SEMAKIN REDUP, LALU CALONARANG TIDUR DI ATAS
BATU BESAR ITU.
DI KEJAUHAN TERDENGAR BUNYI GONG / BEDUK SATU-SATU
MAKIN JAUH, MAKIN JAUH.
TIDAK BEBERAPA LAMA MUNCULLAH BEBERAPA ORANG PRAJURIT
MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP MENGEPUNG BATU BESAR.
SEKONYONG-KONYONG CALONARANG MENJERIT MELONCAT KE
BAWAH, SEHINGGA PERAJURIT-PERAJURIT TERSENTAK KAGET KETAKUTAN.
CALONARANG : Jangan kalian menentang maut, kau harus mati di tanganku.
SEORANG
PERAJURIT : Lebih baik kau menyerah sebelum tombak ini mematahkan tulang
punggungmu!
TIBA-TIBA CALONARANG BERTERIAK SAMBIL MENGANGKAT
TONGKATNYA KE DEPAN, SEHINGGA LEDAKAN DI SEKITAR SITU, BERTURUT-TURUT.
DUA ORANG PRAJURIT GENTAYANGAN BERPUTAR-PUTAR
KEMUDIAN JATUH, SEDANGKAN PERAJURIT-PERAJURIT LAINNYA PADA SEMBURAT MELARIKAN
DIRI.
CALONARANG TERTAWA-TAWA SAMBIL NAIK KEMBALI KE ATAS
BATU BESAR, IAPUN TIDUR KEMBALI.
BUNYI GONG / BEDUK DIKEJAUHAN MASIH TERDENGAR, KEMUDIAN
BERMUNCULAN SYETAN-SYETAN KUBURAN DENGAN LANGKAH LEMAS, MEREKA MENGERUBUNGI DUA
MAYAT PERAJURIT.
LALU DUA ORANG MAYAT ITU DIUSUNG DIBAWA PERGI.
BAGIAN I V
PADA SUATU MALAM, DIJALANAN SEBUAH DESA, MBOK MIRAH
BERSAMA DUA ANAKNYA, YAKNI ATUN DAN KARJAN DUDUK JONGKOK BERDEMPETAN BERKEMUL
SARUNG KETAKUTAN DI POJOK DEKAT BATU-BATU.
MUNCUL KANG CARIK MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP KETAKUTAN
MENDEKATI MBOK MIRAH DAN KEDUA ANAKNYA YANG MASIH DUDUK JONGKOK BERDEMPETAN
ITU.
KETIKA KANG CARIK MENYAPA MBOK MIRAH, SEKETIKA MBOK
MIRAH DAN KEDUA ANAKNYA TERJINGKAT DAN MENJERIT.
MBOK
MIRAH : (MERAJUK) Aduh kang Carik… jangan main-main,
kang!
KANG
CARIK : (MELONCAT) Hii..!
MBOK
MIRAH : (LATAH) Hi…!
SAMBIL MELONCAT-LONCAT LALU MEMUKUL-MUKUL TUBUH KANG
CARIK.
MBOK
MIRAH : (NAFAS TERENGAH-ENGAH) Jangan begitu, kang!
Sampai deg-degan dadaku.
KANG
CARIK : Keadaan desa sekarang ini sudah tidak aman.
Kalau jauh malam begini mbok Mirah masih di sini, salah-salah Calonarang
menggondol kalian! Hiiii…!
MBOK
MIRAH : (GEMETAR) Hiii…!
KARJAN : Pak Carik, kami merasa lebih aman di sini
daripada di dalam rumah.
ATUN : Ya, saya tidak mau tidur di rumah.
MBOK
MIRAH : Kang Carik sendiri juga tak berani di rumah,
ya ‘kan?
KANG CARIK MENJADI PUCAT,
KESEDIHAN MULAI TERPANCAR PADA WAJAHNYA, IA MELANGKAH MENJAUH, SEHINGGA MBOK
MIRAH, KARJAN DAN ATUN MELONGOK DUNGU.
MBOK
MIRAH : Saya merasa kesedihan yang menyiksa bathin
kang Carik. (TEMPO) Istri kang Carik sudah ikut jadi korban kekejaman
Calonarang)
KANG
CARIK : (SEDIH) Kalau istriku meninggal dengan wajar
atas kehendak Tuhan, saya tidak akan menderita bathin seperti sekarang. (TEMPO)
Sejak kejadian itu, setiap malam saya keluar dari desa, karena kesunyian malam
di desa mengingatkan saya pada saat-saat istriku menggelepar-gelepar seperti
ayam di sembelih. Ngeri saya memandangnya! (KESAL) Penyakit itu memang biadab!
KARJAN : Pak Carik, saya bukan takut untuk diajak
berkelahi, melainkan kita tidak berdaya menghadapi ilmu lelembut Calonarang
yang jahat itu.
KANG
CARIK : Tidak usah kita melawan kalau akhirnya kita
mati konyol, lebih baik kita menghindar, ya ‘kan mbok?
MBOK
MIRAH : Ya.
KANG
CARIK : Saya setuju jika Atun diungsikan keluar dari
desa ini. Sebab Calonarang selalu mengancam pada gadis-gadis.
ATUN : Oh…! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TANGANNYA)
MBOK MIRAH : Jabang bayi lanang wadon, saya sudah menceritakan pada Kang Lurah,
tapi tidak digubris. (TEMPO)
Baru
setelah anak gadisnya menggelepar-gelepar kemudian mati, lantas pak Lurah
membenarkan apa yang pernah saya katakana.
KANG
CARIK : (DUDUK DI ATAS BATU) Apa yang mbok mirah
pernah katakana itu?
MBOK
MIRAH : (BERCERITA) Kerajaan Daha menjadi terkenal
dimana-mana karena kemakmuran dan kesejhteraan hidup rakyatnya, tidak lain
karena sang raja Erlangga yang ersifat arif dan bijaksana. (MELANGKAH KESAN-KEMARI)
Tersebutlah di desa Girah, dekat kakihutan hiduplah seorang janda bernama
Calonarang bersama anaknya yangcantik bernama Ratna Manggali.
Calonarang
mendabakan agar putrinya yang cantik itu bisa dijadikan selir sang raja, tetapi
tak kesampaian.
Jangankan
raja Erlangga mau mengambilnya untuk dijadikan selir, bahkan seluruh
pedukuhanpun tidak ada yang mau mengambil menantu. (KEMUDIAN DUDUK DI ATAS
BATU)
KANG
CARIK : Mbok mengatakan putrinya itu cantik, bagaimana
sampai tidak laku kawin?
KARJAN : Siapa yang berani mengawin anaknya itu, pak?
Meskipun anaknya cantik, tapi ibunya syetan, ya ‘kan mak?
MBOK
MIRAH : (MANGGUT-MANGGUT) Karjan memang pernah saya
beritahu, bahwa Calonarang adalah manusia jelmaan syetan (TEMPO) Karena tak ada
seorangpun yang mau melamar anaknya itu, maka Calonarang merasa dihina. Dia
mengancam pada semua penduduk, terutama sangat membenci pada anak-anak gadis.
(BANGKIT BERDIRI) Calonarang membaca buku primbonnya dan minta bantuan pada
Batari Bhagawati untuk membinasakan seluruh penduduk wilayah kerajaan Erlangga,
dengan cara tenung, mengundang syetan-syetan menyebarkan penyakit.
KANG
CARIK : Tetapi Calonarang juga mendidik
murid-muridnya, ya ‘kan?
KARJAN : Kalau murid-muridnya itu bukan lelembut, saya
akan menghimpun pemuda-pemuda desa untukmenangkap dan mencincangnya. (GUGUP)
Tetapi, bagaimana harus memasuki desa Girah di kaki hutan itu?
MBOK
MIRAH : JAngan kau mengundang bahaya, Jan! Lindungi
adikmu baik-baik.
KANG
CARIK : Ya, Calonarang menaruh dendam pada anak-anak
gadis.
ATUN : (MENCAK-MENCAK MEMEGANGI LENGAN KARJAN) Kang,
kita ngungsi saja dari desa ini! Aku tidak mau mati konyol, kang!
MBOK
MIRAH : Jangan rebut Atun! Suaramu gampang didengar
oleh Calonarang.
ATUN : Oh…! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TANGANNYA).
KARJAN : Diam saja Atun, Aku berjaga semalam suntuk di
dekatmu!
KANG
CARIK : Ya, jangan tidur terlalu lelap. (TEMPO) Siapa
yang bangun tengah malam dengan memohon kepada Tuhan, akan terhindar dari nafsu
jahat syetan.
MBOK
MIRAH : Kalau begitu kang Carik tidak akan kembali ke
desa, ya ‘kan?
KANG
CARIK : Kalau terdengar suara rintihan, aku menjadi
ngeri teringat istriku yang terenggut nyawanya itu, mbok.
MBOK
MIRAH : Jadi kang Carik setiap malam juga keluar desa?
KANG
CARIK : Ya.
MBOK
MIRAH : Enak, begini… (MENGATUR TEMPAT DIANTARA
BATU-BATU) Kita bergerombol di sini saja, ya ‘kan?
KANG
CARIK : Ya.
KARJAN : Bergantian kita tidak tidur, ya kan, pak?
KANG
CARIK : Ya.
MBOK
MIRAH : Ayo… ! Ayo berdempetan sini, ayoh!
MEREKA BERDEMPETAN DUDUK BERJONGKOK BERKEMUL SARUNG
SEPERTI ORANGKEDINGINAN.
ATUN : (MERINTIH) Hiii…!
KARJAN : (KESAL) Ada apa, kau?
ATUN : Tubuhku menggigil, takut sekali, kang!
MBOK
MIRAH : (KESAL) Saya bilang jangan berisik! (BANGKIT
BERDIRI LALU MENARIK TANGAN ATUN) Sini, jongkok di dekatku sini!
ATUN GANTI TEMPAT MENDEMPET PADA MBOK MIRAH, KANG
CARIK SUDAH MULAI MENGUAP, SEKALI-KALI KEPALANYA JATUH KE PUNGGUNG KARJAN.
KARJAN MERASA TERGANGGU, IA MENGGESER DUDUKNYA,
SEHINGA SESAAT KANG CARIK HENDAK MENJATUHKAN KEPALANYA KE PUNDAK KARJAN, IA
TERJEREMBAB. KANG CARIK MENGADUH.
MBOK
MIRAH : He, jangan berisik!
KARJAN : Pak Carik, mak!
KANG
CARIK : Ya, saya ngantuk, mbok!
MBOK
MIRAH : Tidurlah bergantian. (TEMPO) Karjan, jangan
kau dulu!
KARJAN : Ya, mak!
MBOK
MIRAH : Kang Carik, tidurlah!
KANG
CARIK : Ya.
MEREKA TERDIAM, KANG CARIK CUMA
MENGUAP TERUS MENERUS, SEBALIKNYA MBOK MIRAH YANG NGOROK LEBIH DULU. TETAPI
ATUN DAN KANG CARIK SUDAH TERANTUK-ANTUK.
KEMUDIAN KARJAN PERLAHAN-LAHAN
BANGKIT BERDIRI, IA MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP MEMPERHATIKAN KANG CARIK DAN MBOK
MIRAH.
TIBA-TIBA TERDENGAR DI KEJAUHAN
BUNYI GONG / BEDUK SATU-ATU MENGALUN LEMBUT TETAPI MENGGETARKAN RASA BATHIN.
KARJAN MENJADI TEGANG, MELANGKAH
KESAN-KEMARI DENGAN WAJAH DUNGU SEPERTI KEBINGUNGAN.
BUNYI GONG / BEDUK SATU-SATU MAKIN
MENDEKAT. SEKETIKA KARJAN BERTERIAK-TERIAK BERJINGKAT-JINGKAT.
KARJAN : Calonarang…! Calonarang….! Calonarang……!!!
KANG CARIK, MBOK MIRAH, ATUN
TERSENTAK BANGKIT DAN BERTERIAK-TERIAK BERLARIAN KEANA-KEMARI. LAU MEREKA
SALING BERANGKULAN DUDUK JONGKOK DI TENGAH.
KARJAN : (BERTERIAK) Who, jangan gerobolan, Ayo lari,
cepat!!
SEMUA SEMRAWUT LARI MENGHILANG.
BAGIAN V
ATARAN TINGGI DAERAH PEGUNUNGAN,
SAAT ITU PENDETA BHARABAH TENGAH DUDUK BERSILA DI ATAS SEBUAH BATU, SEDANGKAN
MURIDNYA BERNAMA MPUH BAHULA MENJALANKAN MASA PENGGEMBLENGAN MENTAL BERDIRI
TEGAK DAN BERSEDEKAP.
ADAPUN PUTRI PENDETA BHARABAH YANG
BERNAMA WEDAWATI DUDUK MEMPERHATIKAN MPU BAHULA.
PENDETA
BHARABAH : (BERTERIAK) Jalan……!
MPUBAHULA DENGAN SIKAP TEGAP
BERSEDEKAP MELANGKAH LURUS, SAMPAI DENGAN GERAKAN KEDUA KAKI TERBUKA DAN KEDUA
TANGAN KE ATAS KANAN-KIRI.
SECEPAT ITU PULA SEKALI LAGI IA
BERTERIAK DAN BERSIKAP TEGAP SEPERTI SEMULA.
PENDETA
BHARABAH : Satu……..!
MPU BAHULA SELESAI
MELAKUKAN LATIHAN BABAK PERTAMA, IA MELANGKAH SAMBIL MENGHELA NAFAS
DALAM-DALAM. SEDANGKAN WEDAWATI CEPAT-CEPAT BANGKIT BERDIRI DAN MENGUSAP
KERINGAT PADA PUNGGUNG DAN DADA MPU BAHULA DENGAN SEPOTONG KAIN.
PENDETA
BHARABAH : Sekarang, dua!
WEDAWATI KEMBALI
KETEMPATNYA, MPU BAHULA KEMBALI PADA SIKAPNYA SEMULA, BERDIRI TEGAP BERSEDEKAP.
PENDETA
BHARABAH : (BERTERIAK) Dua……………..!
MPU
BAHULA MEMBUKA TANGANNYA PERLAHAN-LAHAN DIKEMBANGKAN KE DEPAN, LALU KE ATAS
SAMBIL MELANGKAH SETAPAK DEMI SETAPAK DENGAN GERAKAN BERIRAMA PERLAHAN-LAHAN.
SAMPAI
DI UJUNG KANAN IA BALIK KEMBALI, DAN KETIKASAMPAI DI TENGAH-TENGAH IA BERTERIAK
MELONCAT TINGGI KEMUDIAN JATUH DUDUK BERSILA BERSEDEKAP DAN MENUNDUKKAN KEPALA.
Pendeta
bharabah : Dua selesai.
MPU
BAHULA BANGKIT BERDIRI DAN MENGHELA NAFAS DALAM DALAM. DAN SECEPAT ITU WEDAWATI
BANGKIT BERDIRI LALU MENGUSAP-USAP KERINGAT PADA PUNGGUNG DAN DADA MPU BAHULA
DENGAN POTONGAN KAIN. DAN MEMBERI MINUM DENGAN SEMANGKOK AIR.
DENGAN
TERSENYUM BANGGA PENDETA BHARABAH TURUN DARI ATAS BATU.
PENDETA
BHARABAH : Mpu Bahula, seperti yang pernah kekatakan, hamparkan hidupmu dengan
membentuk pribadi yang kuat lahir terutama bathin. Tujuan hidup sejati, ialah
dengan memberi faedah bagi masyarakat guna mencapai keridhoan Tuhan.
MPU
BAHULA : Apa hubungan perbuatan manusia dengan nafsu
dan amal yang disampaikan dengan pengakuan diri dan pernyataan, yai?
PENDETA
BHARABAH : Tidak sucilah amalan itu jika kemudian dibicarakan, karena tanpa
dibicarakan, Tuhan sudah menilai dan mencatatnya. Pertahankan nafsu pemberian
Tuhan! Harta kekayaan dan keturunan hidup merupakan kebahagiaan yang di
dambakan manusia. Tetapi harta kekayaan yang berkelebihan adalah nafsu syetan
yang di murkai Tuhan (TEMPO)
Hadapi
hidup ini dengan ketabahan hati, sekalipun satu saat kau gagal dalam merenggut
cita-cita, tetapi kegagalan itu menimbulkan cambuk untuk melecutkan cita-cita
lebih maju dengan mawas diri.
KEMUDIAN
MUNCUL KAMURUHAN MENGHADAP PENDETA BHARABAH.
KAMURUHAN : Yang terhormat Pendeta Bharabah, kami haturkan salam dari tuanku
Raja Erlangga.
PENDETA
BHARABAH : Wabah penyakit itu apakah masih merajalela?
KAMURUHAN : (HERAN) Jadi, yai Bharabah sudah mengetahui kejadian itu?
PENDETA
BHARABAH : Ya, rupanya keadaan di sana semakin goncang, ya ‘kan?
KAMURUHAN : Benar. (TEMPO)
Kedatangan
saya kemari juga diperintah tuanku Erlangga untuk memberitahukan kepada yai.
PENDETA
BHARABAH : Hanya untuk itu?
KAMURUHAN : Juga menyampaikan permohonan tuanku Erlangga, agar sudilah yai ikut
membantu untuk menyelamatkan rakyat disana. Karena penyakit itu sebetulnya…..
PENDETA
BHARABAH : (MENYAHUT) Saya sudah tahu! (TEMPO) (MELANGKAH TERSENYUM) Bukankah
penyakit itu memang dibikin oleh Calonarang, ya’kan?
KAMURUHAN : Ya, memang benar, yai! Tuanku Erlangga sudah tidak sanggup
memberantasnya, kecuali dengan bantuan dari yai.
PENDETA
BHARABAH : (TERSENYUM) Pulanglah kembali, beritahu pada tuanmu Erlangga, saya
akan merantas kejahatan Calonarang
KAMURUHAN : (MENGHORMAT) Terima kasih, yai. Secepatnya kami kembali.
KAMURUHAN
MELANGKAH PERGI.
SEGERA
SETELAH ITU WEDAWATI MENDEKATI PENDETA BHARABAH.
WEDAWATI : Rama, apa yang telah terjadi di daerah
Erlangga?
PENDETA
BHARABAH : Janda Calonarang itu melampiaskan dendamnya dengan menyebarkan ilmu
lelembutnya, menyebarkan wabah penyakit.
MPU
BAHULA : Siapa janda Calonarang, yai?
PENDETA
BHARABAH : Janda itu serakah! Tukang Tenung! Ia menginginkan pangkat
kehormatan dengan ambisi yang tidak ketolongan, yakni dengan menyerahkan
putrinya yang bernama Ratna Manggali kepada Erlangga, agar Erlangga mau
menjadikan selirnya. (TEMPO)
Tapi
Erlangga tahu kebusukan hati Calonarang tukang tenung itu, sehingga
keinginannnya itu ditolak.
WEDAWATI : Calonarang menjual putrinya itu dengan tujuan
agar hidupnya bisa terangkat, ‘kan Rama?
PENDETA
BHARABAH : Ya, ambisinya tidak ketolongan.
WEDAWATI : Dengan ambisinya itu lantas dia merobek-robek
martabat kaum wanita. Derajat wanita menjadi terhina.
PENDETA
BHARABAH : Sifat busuknya Calonarang itu menjadi cermin pada sifat hidup
manusia di dunia. Dan kita akan dapat menemukan apa sebetulnya kebenaran yang
selalu dicari manusia itu? (TEMPO)
Sekarang
kau harus menjalankan tugasmu, Bahula!
MPU
BAHULA MENEGAKKAN KEPALANYA DAN WEDAWATI JUGA KAGET MENDEKATI MPU BAHULA.
SEDANGKAN DENGAN TENANGNYA PENDETA BHARABAH DUDUK DI ATAS BATU.
MPU
BAHULA : Saya akan menjalankan tugas itu, tetapi………
PENDETA
BHARABAH : (MENYAHUT) Sudah tentu saya akan memberi petunjuk-petunjuk untuk
menghadapi kejahatan Calonarang.
MPU
BAHULA : Tadi yai mengatakan, bahwa janda Calonarang
memiliki ilmu lelembut. Apakah sebetulnya itu, yai?
PENDETA
BHARABAH : Ya, dia menyebarkan wabah penyakit. Sehari sakit, sehari mati.
Siang sakit sore mati. Ilmu itu dilancarkan dengan bantuan syetan-syetan yang
diperbudaknya.
MPU
BAHULA : (DUDUK MENDEKATI) Dengan cara bagaimana saya
harus menghadapi syetan-syetan itu, yai?
PENDETA
BHARABAH : Menghadapi ilmu lelembut dan syetan-syetan itu bukan urusanmu.
(TERSENYUM) Aku yang akan menghadapi bangsa lelembut itu.
MPU
BAHULA : Jadi, apa sebetulnya yang harus saya lakukan?
PENDETA
BHARABAH : Seperti kukatakan tadi, Janda Calonarang terkenal jahat karena
pekerjaan tukang tenung, sehingga tidak ada seorangpun penduduk yang mau
melamar putrinya yang cantik yang bernama Ratna manggali itu. (TEMPO)
(TERSENYUM)
Datanglah kau ke rumahnya, memperkenalkan diri dan pura-pura meminang Ratna
Manggali.
MENDENGAR
ITU MPU BAHULA KAGET LALU BANGKIT BERDIRI MENATAP WEDAWATI YANG MENDEKATINYA
DENGAN WAJAH CEMBURU.
PENDETA
BHARABAH : Kenapa…..? Saya menyuruhmu pura-pura meminang, jadi bukan berarti
kau harus mengawininya.
MPU
BAHULA : Tetapi kalau pinangan saya diterima. Apa yang
harus saya lakukan?
PENDETA
BHARABAH : Berbuatlah dengan pura-pura gembira.
WEDAWATI : (CEMAS) Berarti perkawinan itu dilangsungkan,
Rama!
PENDETA
BHARABAH : Ya, tetapi Bahula hanya kawin pura-pura, ya ‘kan?
MPU
BAHULA DAN WEDAWATI SALING PANDANG MEMANDANG, LALU WEDAWATI MENDUK DAN
MELANGKAH MENJAUH.
PENDETA
BHARABAH : (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH) Saya tahu kekhawatiranmu, sehingga kau
harus menguji ketanahanmu.
MPU
BAHULA : Dengan mengawini seorang wanita cantik
bagaimana saya harus memperlakukan dengan pura-pura, yai?
PENDETA
BHARABAH : Kalau kau terlanjur jatuh cinta, itu urusan manusia yang tidak bisa
mengendalikan nafsu birahi, ya, ‘kan?
MPU
BAHULA MENATAP WEDAWATI YANG MENJAUH DAN MENUNDUK SEDIH, SEHINGGA MPU BAHULA
JUGA MENUNDUK.
PENDETA
BHARABAH : Tugasmu bukan Cuma untuk mengawin Ratna Manggali dengan pura-pura,
melainkan melalui dia kau harus dapat memperoleh kitab primbon Calonarang.
MPU
BAHULA : (MENEGAKKAN KEPALA) Saya harus mencuru primbon
itu?
PENDETA
BHARABAH : Ya…..! (DUDUK KEMBALI DI ATAS BATU) Kau harus bisa merayu Ratna
Manggali, sehingga Ratna Manggali mempercayaimu, tidak mencurigaimu. (TEMPO)
Dengan
kelembutan merayu, pasti dia akan menyerahkan primbon itu kepadamu. Dan
cepat-cepat primbon itu serahkan padaku. (TEMPO)
Kerjakan
tugas ini dengan tekad dan ketabahan hatimu, saya akan mendoakan, semoga kau
berhasil.
MPU
BAHULA : Sekarang saya berangkat.
PENDETA
BHARABAH : Ya, semoga engkau selamat!
MPU
BAHULA MENDEKATI WEDAWATI YANG MENITIKKAN AIR MATA. KEMUDIAN IAPUN MELANGKAH
PERGI.
KEMUDIAN
PENDETA BHARABAH BANGKIT BERDIRI DAN MENDEKATI WEDAWATI.
PENDETA
BHARABAH : Tak usah kau khawatir, bagaimanapun juga Mpu Bahula akan kembali
kemari, (TEMPO) Mpu Bahula seorang muridku yang paling taat, sehingga saya
selalu menjaganya dari bahaya.
WEDAWATI : Tapi tuganya untuk pura-pura mengawini putrid
itu dapat meruntuhkan imannya.
PENDETA
BHARABAH : Kalau memang sudah kemauannya, urusan cinta itu tidak bisa
dihalang-halangi.
WEDAWATI : Rama tidak mengatakan pada Mpu Bahula agar
jangan dia terkena pengaruh kecantikan putri itu.
PENDETA
BHARABAH : Saya memberi kebebasan, agar Bahula tidak canggung merayu Ratna
Manggali. (TEMPO) (LEMBUT) Wedawati, tabahkan hatimu! Mpu Bahula tidak akan
melupakanmu.
WEDAWATI
MENAHAN KECEMASAN BATHINNYA, IA MELANGKAH DAN DUDUK.
PENDETA
BHARABAH : Saya tinggalkan dulu ke bukit kembar, mungkin sinar merah di barat
menembus kabut hitam. Mudah-mudahan hujan tidak cepat turun sehingga Mpu Bahula
tidak mendapat halangan.
PENDETA
BHARABAH MELANGKAH PERGI, DAN WEDAWATI MASIH DUDUK MENUNDUKKAN KEPALA MENAHAN
KERISAUAN RASA BATHINNYA.
BAGIAN V I
DI
RUMAH CALON ARANG YANG BERADA DI KAKI DESA GIRAH, CALONARANG DUDUK DI ATAS
DIPAN BAMBU SAMBIL MEMBUKA-BUKA KITAB PRIMBON KUMAL.
SEDANGKAN
RATNA MANGGALI YANG CANTIK MEMOTONG KAYU RANTING DITUNGGUI MPU BAHULA.
CALONARANG : Dalam primbon ini disebutkan, perkawinan itu bisa langgeng jika
jodohnya tidak dicari-cari. Bagaimana pendapatmu?
MPU
BAHULA : Mencari seorang istri menjadi hak setiap
laki-laki, tetapi jodoh berada di tangan Tuhan.
LALU
CALONARANG MEMBUKA BUKA KEMBALI PRIMBONNYA, DAN MEMBACANYA.
CALONARANG : Di sini juga disebutkan, rejeki itu bisa ditentukan dan dibuat oleh
manusia. Bagaimana pendapatmu?
MPU
BAHULA : Rejeki memang bisa dicari, tetapi Tuhan yang
menentukan.
CALONARANG : Tidak usah mencari rejeki, diam di rumah akan datang dengan
sendirinya. Bagaimana pendapatmu?
MPU
BAHULA : Manusia harus berusaha. Tuhan yang menentukan.
Dan Tuhan itu maha pengasih dan maha pemberi.
CALONARANG : Kebahagiaan hidup manusia terletak di tangan orang lain. Bagaimana
pendapatmu?
MPU
BAHULA : Nyai, apakah kita harus menelan racun kalau
kita tahu bahayanya?
CALONARANG : Ya, seperti itu juga bagaimana menurut pendapatmu, Bahula?
MPU
BAHULA : Falsafah kehidupan manusia mengajarkan, kita harus
melindungi kelestarian hidup kita ini, meskipun ajal itu berada di tangan
Tuhan.
CALONARANG : Sejak tadi kau bicara tentang ke-Tuhanan.(TEMPO)
((MELANGKAH
BERDIRI) Menghisap darah manusia untuk memenuhi kepuaan hidup. Bagaimana
pendapatmu?
MPU BAHULA : Itulah dosa! Karena itu adalah pembunuhan!
RATNA
MANGGALI : Kenapa emak bicara darah dan kematian? Kang
Bahula kemari untuk mencari kedamaian dalam hidupnya, ya ‘kan kang?
MPU
BAHULA : (TERSENYUM) Ya.
CALONARANG : (MANGGUT-MANGGUT) Bahula memang punya kelebihan, rasanya seperti
pernah menjalani penggemblengan pada satu perguruan. (TEMPO)
Dari
semua jawabanmu itu, memang pantas jika kau disebut sebagai seorang mpu.
(TEMPO)
(TERSENYUM)
Mpu Bahula, kau memang cerdas! Tapi kau maih perlu mendapat didikan ilmuku.
RATNA
MANGGALI : (BANGKIT BERDIRI) Sudahlah, mak ! Kang Bahula
tidak hendak mencari ilmu. Ia ingin melestarikan hidupnya dengan hati yang
tentram, ya ‘kan Kang?
MPU
BAHULA : (TERSENYUM MENDEKATI RATNA MANGGALI) Ya.
CALONARANG : (MELANGKAH MANGGUT-MANGGUT) Bahula, sekarang kau sudah menjadi
suami istri dengan Ratna Manggali. Tetapi rasa heranku membuat aku selalu
berpikir. (TEMPO)
Dengan
alasan apa kau datang kemari dan mengawini Ratna Manggali?
MPU
BAHULA : Seperti yang pernah saya jelaskan, saya datang
dari negeri seberang setelah kedua orang tua saya dibunuh orang secara kejam.
(TEMPO)
Saya
berusaha mencari kelestarian hidup, saya mengembara dari hutan satu ke hutan
yang lain, dan sampailah saya ke rumah ini.
CALONARANG : Lantas?
MPU
BAHULA : Lantas saya ketemu Ratna Manggali.
CALONARANG : Lantas?
MPU
BAHULA : Saya terpikat karena kecantikannya.
CALONARANG : Lantas?
RATNA
MANGGALI : (MERAJUK) Sudah…, sudah! (TEMPO) Kenapa emak
menanyakan yang itu-itu juga?
CALONARANG : Syukurlah kalau jodoh! Lantas kau kawin dengan Ratna Manggali,
bukan?
MPU
BAHULA : Ya.
CALONARANG : (TERSENYUM) Aku senag berbincang-bincang denganmu, karena kau
memang cerdas! (TEMPO)
Sayang
malam ini saya masih ada perlu lain.
CALONARANG
MELANGKAH MASUK MENYIMPAN KITAB PRIMBONNYA
RATNA
MANGGALI : Kang, jangan dituruti omongannya, bisa
melantur pada yang bukan-bukan!
MPU
BAHULA : Sebagai menantu saya harus bisa menyenangkan
hati Mak Calo.
RATNA
MANGGALI : Dengan cara lain ‘kan masih bisa (TEMPO)
(MENERUSKAN MEMOTONG KAYU-RANTING) Dengan ucapan-ucapan itu Emak berusaha
mempengaruhimu.
MPU
BAHULA : (KAGET) Mempengaruhi yang bagaimana?
TIBA-TIBA
CALONARANG MUNCUL LAGI DENGAN TIDAK MEMBAWA KITAB PRIMBON.
CALONARANG : Bahula, saya tinggal dulu.
MPU
BAHULA : Sudah malam, Mak ! ‘Kan lebih baik di rumah
saja.
CALONARANG : MAsih ada yang harus saya kerjakan (TEMPO) Wedawati, hati-hati
kalian di rumah!
SAMBIL
BERKATA ITU CALON ARANG MELANGKAH PERGI.
MPU
BAHULA : (DUDUK DI BANGKU BAMBU) Heran sekali, sejak
seminggu ini saya perhatikan Emak Calo selalu keluar malam.
RATNA
MANGGALI : (TAK ACUH) Jangan mengurus dia!
MPU
BAHULA : Saya memang tidak ada urusan, kecuali dengan
engkau tentunya.
RATNA
MANGGALI : (MENATAP TERSENYUM) Kalau sudah tahu begitu,
biarkan saja emak pergi semau-maunya.
MPU
BAHULA : Sebagai anak mantu, apa jeleknya jika saya
mengetahui pekerjaan mertua, ya ‘kan?
RATNA
MANGGALI : Selamanya Emak tidak punya pekerjaan.
MPU
BAHULA : (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH MENDEKATI) Emak
tadi mengatakan masih ada urusan pekerjaan, ya, ‘kan?
RATNA
MANGGALI : Lantas kalau ada kerja, apa kau mau membantu
pekerjaannya, begitu?
MPU
BAHULA : Ya, tidak ada salahnya! Kalau ada yang perlu
dibantu, saya akan membantu pekerjaan Emak Calo.
RATNA
MANGGALI : (JEMERUT, BANGKIT BERDIRI MELANGKAHMENJAUH, GEMAS)
Pergilah kalau mau membantu. Dan tidak usah kembali!
MPU
BAHULA : (HERAN) Lho, kok kesal….?!
MPU
BAHULA MELANGKAH MENDEKATI, TAPI RATNA MANGGALI MENGHINDAR DAN DUDUK DI ATAS
BANGKU BAMBU.
MPU
BAHULA : (LEMBUT) Ratna Manggali, jangan kau cepat tersinggung,
aku tidak akan pergi dari sisimu, sayang (MENDEKAT) Sudahlah, kalau aku tak
boleh mengetahui pekerjaan emakmu, aku tidak akan Tanya-tanya lagi. (MEMBELAI
RAMBUT RATNA MANGGALI)
RATNA
MANGGALI : (KEMAYU) Bukannya kau tidak boleh tahu, bukan!
MPU BAHULA : Lantas?
RATNA
MANGGALI : Kalau kau mengetahu, kau akan ngeri.
MPU
BAHULA : Tidak, aku tidak ngeri! (MENJAUH) Ratna, aku
sudah biasa dengan hal-hal yang mengerikan.
RATNA
MANGGALI : Sebaliknya aku sangat membenci pekerjaan Emak.
MPU
BAHULA : Jangan terburu nafsu! Siapa tahu dibalik
pekerjaan itu memiliki tujuan mulya.
RATNA
MANGGALI : (BANGKIT BERDIRI) Membunuh manusia bukan
berarti mulya!
MPU
BAHULA : Ya…! Nanti dulu…(TEMPO) Membunuh juga ada
alasannya, Ratna.
RATNA
MANGGALI : Bagaimanapun alasannya, membunuh manusia itu
kejam! (SEDIH DUDUK KEMBALI) Kang , seharusnya kau yang dapat menyadarkan Emak,
agar kegemarannya membunuh itu dapat diinsafkan.
MPU
BAHULA : Ya, saya akan mencoba. (TEMPO) Saya berusaha
menyadarkan Mak Calo dari perbuatan yang suka membunuh itu, tetapi saya harus
tahu dengan cara bagaimana mak Calo melancarkan pembunuhan-pembunuhan itu.
RATNA
MANGGALI : Dia membunuh dengan menyebarkan wabah
penyakit.
MPU
BAHULA : Lantas, caranya?
RATNA
MANGGALI : Dengan bantuan syetan-syetan lelembut.
MPU
BAHULA : Bagaimana syetan-syetan itu didatangkan?
RATNA
MANGGALI : Dengan membaca mantera dari kitab primbon,
membakar kemenyan, makan kembang, keramas dengan air bercampur darah.
MPU
BAHULA : Primbon seperti apa?
RATNA
MANGGALI : Kitab primbon yang dibacanya tadi.
MPU
BAHULA MELANGKAH DENGAN SIKAP SEPERTI SEDANG BERPIKIR, IA MONDAR MANDIR.
MPU
BAHULA : Ratna, saya masih menyangsikan. (MENDEKATI
RATNA MANGGALI YANG MASIH DUDUK DIBANGKU BAMBU) Saya kira primbon itu tidak
seluruhnya mengajarkan kejahatan.
RATNA
MANGGALI : Tetapi dengan kitab primbon itu Emak
mendatangkan syetan.
KEMBALI
MPU BAHULA MELANGKAH DENGAN SIKAP SEPERTI SEDANG BERPIKIR, IA MONDAR-MANDIR.
MPU
BAHULA : Kalau begitu, cobalah saya ingin lihat kitab
primbon itu.
RATNA
MANGGALI : (MENATAP, CEMAS) Tidak, Kang!
MPU
BAHULA : Kenapa? Aku Cuma ingin melihat saja.
RATNA
MANGGALI : Saya takut memegang kitab primbon itu.
MPU
BAHULA : (MERAYU) Memang tidak usah kau menyentuh kitab
primbon itu, sayang!
(TEMPO)
Ratna, biar saya saja yang memeganginya.
RATNA
MANGGALI : (MENATAP WAJAH BAHULA) Kau tidak takut?
MPU
BAHULA : (MESRA) Tidak, sayang! Dimana kitab primbonitu
di simpan?
RATNA
MANGGALI : (RAGU-RAGU) Ada…., ada didalam kamarnya.
MPU
BAHULA : Tentunya disimpan dlam kotak besar itu, ya ‘kan?
RATNA
MANGGALI : Tidak…! Ditaruh di bawah bantalnya yang kumal
itu.
MPU
BAHULA : Ayolah….! Ayolah saya yang mengambilnya.
MEREKA
BERDUA MELANGKAH MAU MASUK, TAPI RATNA MANGGALI RAGU RAGU BALIK LAGI.
MPU
BAHULA : Kenapa? Bukankah maksudku untuk berbuat baik?
Berusaha untuk menginsafkan MAk Calo, ayolah!
RATNA
MANGGALI : (GEMETAR) Saya takut…! Kang Bahula lihat, bulu
tanganku berdiri semua… hii…!
MPU
BAHULA : (MERAYU) Tabahkan hatimu, sayang! Aku tak
menghendaki istri penakut.
RATNA
MANGGALI : (RAGU-RAGU) Tapi, kamar itu gelap, kotor,
tidak pernah dibuka.
MPU
BAHULA : Tidak apa-apa, saya yang akan membukanya.
(TEMPO)
Ratna,
kau tak usah ikut masuk,biar saya sendiri yang masuk, yang mengambil kitab
primbon itu. Ayolah…..!
MEREKA
MELANGKAH BERDUA DAN MASUK KE DALAM SAMBIL RATNA MANGGALI GEMETAR MEMEGANGI
BAGIAN BELAKANG BAJU MPU BAHULA.
BAGIAN V I I
DI
RUMAH PENDETA BHARABAH, DI TEMPAT YANG BERBATU-BATU WEDAWATI SEORANG DIRI
SEDANG MENGISI AIR KE DALAM GENTONG.
KEMUDIAN
IA DUDUK DI ATAS BATU, WAJAHNYA SAYU DALAM KERINDUAN MENGENANG MPU BAHULA.
TIBA-TIBA
TERDENGAR DIKEJAUHAN BUNYI TIUPAN SULING YANG DISUSUL DENGAN SUARA TEMBANG
MENGALUN MENYAYAT DAN MEREMA PERASAN BATHIN WEDAWATI.
PERLAHAN-LAHAN
WEDAWATI BANGKIT BERDIRI, DENGAN WAJAH SAYU MENAHAN TANGIS MEMENDANG KE SEKITAR
DENGAN LANGKAH-LANGKAH LEMAS.
SEMENTARA
ITU SUARA TEMBANG MASIH MENGALUN.
KEMUDIAN
MUNCUL MPU BAHULA DENGAN MENGENDAP-ENDAP DI RUANG ITU.
MPU
BAHULA : (LEMBUT) Wedawati….!
WEDAWATI
YNG DILIPUTI KERESAHAN BATHIN ITU MENGHENTIKAN LANGKAHNYA, IA KAGET MENATAP MPU
BAHULA.
MPU
BAHULA : (TERSENYUM) Wedawati……!
WEDAWATI
BINGUNG TAK TAHU APA YANG HARUS DILAKUKANNYA, IA BERBUAT SENYUM SENANG DENGAN
RASA HARU YANG MASIH BERGEJOLAK DALAM BATHINNYA. LALU DENGAN GUGUP WEDAWAI
MENGAMBIL AIR DALAM GENTONG DANGAN MANGKOK.
BURU-BURUDIBERIKAN
PADA MPU BAHULA.
WEDAWATI : Kang, minumlah! Kau kelihatan pucat!
MPU
BAHULA TERSENYUM MENERIMA MANGKOK BERISI AIR DAN MEMINUMNYA.
MPU
BAHULA : Wajahmu kelihatan mesum, kau jarang tidur
rupanya, ya ‘kan?
WEDAWATI : (MENAHAN TANGIS, MENGGELENG) Tidak…!
MPU
BAHULA : Kemana yai Bharabah?
PENDETA
BHARABAH : Saya di sini!
TANPA
DIKETAHUINYA TERNYATA PENDETA BHARABAH SUDAH BERDIRI DI DEKAT BATU.
MPU
BAHULA : (MENGHORMAT) Maafkan saya, yai!
PENDETA
BHARABAH : Kau telah menunjukkan tugasmu dengan baik. Terima kasih, Bahula!
MPU
BAHULA : (MENYERAHKAN KITAB PRIMBON) Yai, inilah kitab
primbon itu.
PENDETA
BHARABAH MENERIMA KITAB PRIMBON, LALU DIBUKA-BUKANYA LEMBARAN KITAB PRIMBON ITU
SAMBIL DUDUK DI ATAS BATU.
PENDETA
BHARABAH : Bagaimana pendapatmu dengan primbon ini?
MPU
BAHULA : Saya belum membacanya, yai.
PENDETA
BHARABAH MEMBUKA LEMBARAN-LEMBARAN KITAB PRIMBON, LALU MEMBACANYA, LALU
MEMBUKA-BUKANYA LAGI DAN MEMBACANYA, BERULANG-ULANG.
PENDETA
BHARABAH : Sayang! (BANGKIT BERDIRI) Jika tidak disalah gunakan sebetulnya isi
primbon ini ada yang baik. (TEMPO) Tetapi Calonarang telah memutar balik makna
yang terkandung, lalu dipergunakan untuk menyebarkan wabah penyakit.
MPU
BAHULA : Seperti yang dikatakan oleh Ratna Manggali,
sumber malapetaka itu datangnya dari kitab primon ini. (TEMPO) Jadi, lebih baik
yai bkar saja mantera-mantera busuk itu.
PENDETA
BHARABAH : (TERSENYUM) Oh tidak…! (MELANGKAH KEMBALI) Kitab primbon ini kau
curi, ya ‘kan?
MPU
BAHULA : Ya, benar, yai!
PENDETA
BHARABAH : Kembalikan kitab primbon ini ditempatnya semula, tetapi hati-hati,
jangan sampai dilihat oleh Calonarang.
MPU
BAHULA : (MENERIMA KITAB PRIMBON KUMAL) Lanta setelah
saya kembalikan, haruskah saya cepat-cepat pergi?
PENDETA
BHARABAH : Jangan dulu kau tinggalkan Ratna Manggali. Bersabarlah!
WEDAWATI : Rama, untuk apa kang Bahula harus menunggui
Ratna Manggali?
PENDETA
BHARABAH : Bahula maih menjalankan tugas. Dia trampil dan berhati-hati dalam
menghadapi segala hal.
WEDAWATI : Kalau tugas itu gagal, sudah tentu kang Bahula
akan menghadapi resiko yang mengerikan, Rama.
PENDETA
BHARABAH : (BANGKIT BERDIRI MELANGKAH) Gagal menjalankan tugas kemulyaan,
adalah lebih baik daripada menang dalam kehinaan.
WEDAWATI : (CEMAS) Jadi akan ia-sialah tenaga dan pikiran
dicurahkan!
PENDETA
BHARABAH : Orang yang gagal dalam menjalankan tugas suci belum berarti rugi,
selama dia belum mau putus asa. (TEMPO) Wedawati, dalam mempertahankan
kelestarian hidup ini, jangan mudah patah harapan.
WEDAWATI : Tetapi menghadapi Calonarang resikonya sangat
membahayakan. (CEMAS) Kalau kang Bahula diketahui maksudnya, sudah pasti
diserang, kejang-kejang dan mati terbakar.
PENDETA
BHARABAH : Tidak! Sayalah yang nanti akan menghadapi Calonarang (TEMPO)
Bahula, berangkatlah sekarang! Segera saya akan menyusul.
MPUBAHULA
YANG SEJAK TADI DUDUK DI ATAS BATU DENGAN KEPALA MENUNDUK CEPAT BANGKIT
BERDIRI.
IA
MENTAP WEDAWATI, SEHINGGA WEDAWATI TRENYUH MENUNDUKKAN KEPALA MENAHAN TANGIS,
KEMUDIAN DENGAN LANGKAH YANG TETAP MPU BAHULA PERGI.
PENDETA
BHARABAH : Wedawati, tidak ada perbuatan mulya selain beramal, memberi
pertolongan pada sesama manusia. (TEMPO)
(MENGAMBIL
MINUM DENGAN MANGKOK KECIL KEDALAM GENTONG) Saya bangga mempunyai murid dengan
ketetapan hati menjalankan tuga suci itu. Saya sendiri akan segera pergi ke
tampat pertapaan Calonarang. (TEMPO)
Disana,
CAlonarang bersama muridnya-muridnya merencanakan pembunuhan pada setiap
manusia yang dijumpainya.
WEDAWATI : (SEDIH, CEMAS) Rama, saya menjadi ragu-ragu!
Bagaimana saya harus ditinggal seorang diri dalam rumah ini, Rama? (DUDUK DI
ATAS BATU)
PENDETA
BHARABAH : Selama kau tetap berada di dalam rumah, kau akan terlindung dari
nafsu-nafsu jahat syetan. Percayalah! Tuhan selalu berada di fihak yang benar.
(TEMPO)
Perbuatan
Calonarang yang bernafsu syetan akan menghabiskan nyawa seluruh rakyat kerajaan
Erlangga itu harus diakhiri! (TEMPO) Wedawati, tabahkan hatimu! Menjelang
teriknya matahari besok saya sudah kembali, nak!
PENDETA
BHARABAH MELANGKAH PERGI, WEDAWATI DENGAN WAJAH SEDIH BANGKIT BERDIRI DAN
MELANGKAH MEMANDANG KE ARAH PERGINYA PENDETA BHARABAH.
BAGIAN V I I I
MALAM
YANG LEMBAB….
DI
SEBUAH HUTAN, CALONARANG BERSAMA KETIGA MURIDNYA, IALAH WOKCIRSA,
MAHISAWARDANA, LARUNG TENGAH MENGADAKAN UPACARA KESEHATAN.
LARUNG
MENYALAKAN API DI BALIK BATU, KEMUDIAN IA BERSAMA MAHISA WARDANA DAN WOKCIRSA
DUDUK BERSILA DENGAN TANGAN BERSEDEKAP DI DEPAN BATU. PADA BATU ITU TERDAPAT
ONGGOKAN BATANG KAYU, SEDANGKAN DIDEPAN MEREKA DUDUK, TERBUJUR MAYAT SEORANG
PEREMPUAN BERAMBUT PANJANG DALAM KEADAAN TELANJANG, KECUALI BAGIAN VITALNYA
DITUTUPI DENGAN BEBERAPA LEMBAR DAUN.
TUBUH
MAYAT ITU KURUS, KULIT TUBUHNYA GOSONG HITAM, MATANYA CEKONG, GIGINYA MENONJOL
MERONGOS.
DIKEJAUHAN
TERDENGAR BUNYI GONG/BEDUK SATU-SATU BERIRAMA MENCEKAM BATHIN MANUSIA. KEMDIAN
MUNCUL CALONARANG DENGAN LANGKAH YANG CEPAT SEPERTI TERBANG, LALU BERHENTI DI
DEPAN MAYAT, MENGANGKAT TONGKATNYA SEHINGGA NYALA API DIBALIK BATU ITU
MENGELUARKAN LETUSAN DAN ASAP TEBAL MENGEPUL.
SAAT
ITU KETIGA MURIDNYA MASIH TETAP DALAM SIKAPNYA. KEMUDIAN CALONARANG MENABURKAN
ABU PADA SEKUJUR TUBUH MAYAT ITU.
BUNYI
GONG/BEDUK SEMAKIN DEKAT, LALU BERMUNCULAN SYETAN - SYETAN BERPOCONGAN
PUTIH-PITIH, MENARI-NARI DENGAN GERAKAN LEMAS KESANA KEMARI MEMUTARI MAYAT ITU.
KEMUDIAN SYETAN-SYETAN BERGEROMBOL MENGHORMAT PADA CALONARANG, DAN CALONARANG
BERTERIAK MENGEJUTKAN, SEHINGGA SYETAN-SYETAN ITU SEMBURAT GENTAYANGAN DAN
LENYAP.
SESAAT
SETELAH ITU CALONARANG MEMBERI ISYARAT DENGAN MENGANGKAT TONGKATNYA, SEHINGGA
WOKCIRSA, MAHISAWARDANA, LARUNG BANGKIT DARI DUDUKNYA DAN MENGUSUNG MAYAT ITU
DIBERDIRIKAN, DISANGGAH DAN DIIKAT PADA ONGGAKAN BATANG KAYU DIATAS BATU.
SETELAH
ITU SEKALI LAGI CALONARANG MENABURKAN BUNGA PADA KEPALA MAYAT. MAYAT ITU MULAI
BERGERAK-GERAK KEPALANYA, LALU TANGANNYA DAN SELURUH TUBUHNYA BERGERAK.
CALONARANG : (BERSERU) Buka matamu!
MAYAT : (MEMBUKA MATA) Terima kasih, nenek! Terima
kasih…!
Tubuh
saya terasa panas, tenggorokan terasa kering, tolonglah nenek!
CALONARANG
MEMBERI ISYARAT PADA LARUNG, SEHINGGA LARUNG MEMBERI AIR MINUM DALAM MANGKOK.
MAYAT
ITU MINUM DENGAN RAKUSNYA SAMPAI-SAMPAI SISA AIR ITU DISIRAMKAN PADA RAMBUT
KEPALANYA.
MAYAT : Terima kasih…! Siapakah nenek yang telah
menghidupkan saya? Saya sangat berhutang budi pada nenek.
CALONARANG : (MENCIBIR) Hem, kau kira kau akan hidup lama? Tidak monyet! (TEMPO)
Hei, monyet! Bicaralah dengan dosa-dosamu!
MAYAT : Ampunilah dosa yang telah saya lakukan.
Tumpukan dosa saya sudah seperti tumpukan sampah.
CALONARANG : Kalau begitu kau bersedia membantuku, bukan?
MAYAT : Ya, semua perintah nenek akan saya patuhi.
CALONARANG : Bagus…! (TEMPO)
Sekarang
juga kau harus menjelma syetan (BERTERIAK DENGAN MENGENGKAT TONGKAT) Lenyap…..!
SEKETIKA
ITU MAHISA WARDANA MENGHANTAM KEPALA MAYAT ITU DENGAN GADA, SEHINGGA TUBUH
MAYAT YANG MASIH BERDIRI TERIKAT PADA ONGGOKAN KAYU ITU MENJADI LEMAS DENGAN
KEPALA TERKULAI.
CALONARANG : (MEMERINTAH) Persiapkan tanah kuburannya di hutan kayu!
KETIGA
MURID ITU DENGAN PATUHNYA MELEPAS IKATAN MAYAT, LALU MAYAT ITU DIGOTONG DIBAWA
PERGI. KEMUDIAN CALONARANG NAIK KE ATAS BATU, LALU DUDUK BERSILA DENGAN
MEMEJAMKAN MATA DAN KEPALA TEGAK KE DEPAN.
SESAAT
SETELAH ITU CALONARANG TERSENTAK BERDIRI KARENA TEGORAN PENDETA BHARABAH YANG
TANPA DIDUGA SUDAH BERADA DI SITU.
PENDETA
BHARABAH : Perbuatan itu terkutuk, hentikan syetn!
CALONARANG : (TERSENYUM) Setelah saya tunggu-tunggu, akhirnya kau datang juga
menghadapku.
PENDETA
BHARABAH : Aku bukan menghadap! Aku mau menyelesaikan perbuatanmu yang
terkutuk!
CALONARANG : Sebagai seorang pendeta kau sudah kehilangan kesabaranmu (TEMPO)
(MELANGKAH
MENJAUH) Kepada siapa kau berhadapan,
sehingga jangan mencoba kau mencampuri urusanku.
PENDETA
BHARABAH : Keakuanmu masih tetap menonjol, sifat ambisimu masih juga kau
pamerkan, sehingga kau selalu berprasangka buruk pada semua orang.
CALONARANG : (MARAH) Jangan kau berkhotbah disini, ngerti!
PENDETA
BHARABAH : Nah, keakuan seperti itulah yang mencetuskan kesombonganmu. Ingat
Calonarang, seseorang yang mengaku-ngaku dirinya terpandai, lanta mengangkat
dirinya sebagai pemimpin dengan tidak tahu rasa malu, satu saat dia akan
tersingkap kebodohannya yang original.
CALONARANG : Jadi kau menuduhku berambisi ingin jadi Raja? (TEMPO) Tidak! Tidak
ada kamus bacaan tertulis dalam kitab primbonku.
PENDETA
BHARABAH : Primbon itu tidak semua busuk, tetapi telah kau anut sebegai
kepercayaanmu, melupakan Tuhan, sehingga kau menginjak-injak hak hidup sesama
makhluk Tuhan!
CALONARANG : (MARAH) Aku tidak butuh khotbahmu! Aku masih bisa berpikir!
PENDETA
BHARABAH : Pikiranmu yang dungu, otakmu seperti kerbau di kubangan!
CALONARANG : Sebaiknya kau pergi sebelum penyakit darah tinggiku naik!
PENDETA
BHARABAH : Sebaiknya saya tidak akan pergi sebelum kau terbenam di bumi Tuhan
ini.
CALONARANG : (BERTERIAK) Salamim…..!!!!
SAMBIL
TERIAK ITU CALONARANG BERGERAK CEPAT SAMBIL MENGANGKAT TANGANNYA KE DEPAN,
SEHINGGA PADA ARAH YANG DITUJU MELETUSLAH LEDAKAN DAN PERCIKAN API.
TETAPI
SECEPAT ITULAH PENDETA BHARABAH MELONCAT MENGHINDAR.
CALONARANG
NAIK KE ATAS BATU, DARI SANA IA MENGANGKAT TANGANNYA KE DEPAN, SEKALI LAGI
MELETUS LEDAKAN DAN PERCIKAN API.
PENDETA
BHARABAH TAK GENTAR, IA TERUS MELANGKAH MENDEKATI CALONARANG, SEHINGGA
CALONARANG MELONCAT TURUN DAN MENJAUH.
PENDETA
BHARABAH TERUS MELANGKAH MAJU, SEDANGKAN CALONARANG MUNDUR-MUNDUR KETAKUTAN
SAMBIL BERKALI-KALI MENGANGKAT TANGAN KE DEPAN DITUJUKAN PADA PENDETA BHARABAH,
TAPI TAK SATUPUN LEDAKAN MELETUS.
KARENA
CALONARANG SUDAH TAK MAMPU MELETUSKAN LEDAKAN, IA MENJADI GUGUP DAN MENABURKAN
ABU KE MUKA PENDETA BHARABAH, DAN PENDETA BARABAH TETAP MAJU SELANGKAH DEMI
SELANGKAH CALONARANG MUNDUR BERPUTAR-PUTAR KEBINGUNGAN.
AKHIRNYA
CALONARANG TERPEPET DAN TERPOJOK PADA BATU. PADA SAAT ITULAH PENDETA BHARABAH
MENGANGKAT KE ATAS, SECEPAT ITU KEDUA TANGAN DIKIBASKAN KE BAWAH SAMBIL TERIAK.
PENDETA
BHARABAH : (BERTERIAK) Syetan keparat, musnahlah……….!!!
CALONARANG
DENGANTUBUH MEPET PADA BATU BERTERIAK KESAKITAN. DALAM WAKTU SEKEJAP CALONARANG
LENYAP, HANYA TINGGAL KAIN SARUNGNYA YANG MENEMPEL PADA BATU, KAIN SARUNG PUTIH
ITU TERBAKAR.
PENDETA
BHARABAH : (MENGHELA NAFA LEGA) Syetan itu sudah musnah, sehingga damai dan
tentramlah bumi kerajaan Erlangga di bawah lindungan Tuhan.
PENDETA
BHARABAH MELANGKAH PERGI.
**
BAGIAN I X
DATARAN
TINGGI DERAH PEGUNUNGAN, SAAT ITU WEDAWATI DUDUK DI ATAS BATU, MENUNDUK SEDIH
DAN MENAHAN TANGIS.
SEDANGKAN
PENDETA BHARABAH MELANGKAH KESANA-KEMARI BERUSAHA MENENANGKAN PUTRINYA ITU.
PENDETA
BHARABAH : Jangan terlalu difikir, Mpu Bahula setelah menjalankan tuga itu pasti
akan kembali.
WEDAWATI : Murid-murid Calonarang tidak akan tinggal
diam, Rama.
PENDETA
BHARABAH : Menghadapi murid-murid itu, Mpu Bahula cukup mampu mengatasi
dirinya, karena ilmu yang dimiliki murid-murid itu tidak memiliki daya apa-apa
mereka menjadi lumpuh.
WEDAWATI : (BANGKIT MELANGKAH) Calonarang sudah musnah,
tetapi kang Bahula belum juga pulang, saya meraa seperti ada firaat yang kurang
baik, Rama.
PENDETA
BHARABAH : Itulah saya katakana, jangan dia terlalu dipikirkan. (TEMPO) Saya
mempunyai anggapan lain, Weda.
WEDAWATI : (MENATAP PENDETA BHARABAH) Anggapan tidak
baik?!
PENDETA
BHARABAH : Bukan !(TEMPO)
Saya
beranggapan Raja Erlangga merasa wilayahnya tertolong dari bahaya wabah
penyakit yang ganas itu, sehingga raja mengundang Mpu Bahula untuk berpesta
pora.
WEDAWATI : Kalau pesta pora itu diadakan, tentunya Raja
Erlangga juga mengirim utusan untuk mengundang Rama. (CEMAS MELANGKAH’ KEMUDIAN
DUDUK DI ATAS BATU) Saya punya anggapan lain, Rama.
PENDETA
BHARABAH : Ya, saya mengerti perasaanmu. (TEMPO) Ratna Manggali memang sudah
menjadi sisihan Mpu Bahula.
WEDAWATI : (CEMAS) Bukankah Rama yang memerintah agar dia
mengawini Ratna Manggali?
PENDETA
BHARABAH : Setiap perjuangan sudah tentu harus ditempuh dengan satu
pengorbanan. (TEMPO) Tetapi sudah saya pesankan, kawinilah Ratna Manggali
dengan pura-pura, karena tujuan sebenarnya bukanlah itu. (TEMPO) Saya kira Mpu
Bahula mengerti apa yang saya oerintahkan.
TIBA-TIBA
MPU BAHULA MUNCUL BERSAMA RATNA MANGGALI.
SEKETIKA
WEDAWATI BANGKIT BERDIRI MENATAP TEGANG PADA RATNA MANGGALI.
DENGAN
IKAP HORMAT MPU BAHULA MENYERAHKAN KITAB PRIMBON CALONARANG PADA PENDETA
BHARABAH.
MPU
BAHULA : Maafkan kami datang terlambat, yai! Karena
ketiga murid Calonarang itu harus saya elesaikan. Dan inilah kitab primbon itu,
yai.
PENDETA
BHARABAH : Jadi, primbon ini belum kau kembalikan di tempatnya?
MPU
BAHULA : Maaf, Yai! Saya tidak sempat mengembalikan,
karena Calonarang penasaran mengobrak-abrik pada siapa saja yang ditemuinya,
rupanya dia mengetahui jika kitab primbonnya tidak ada di tempat penyimpanannya
di bawh bantal.
Sehingga
Ratna Manggali dihajarnya, syukurlah saya bisa membawa lari dan menyembunyikan
Ratna Manggali ini ke gua seribu.
WEDAWATI : (CEMBERUT) Untuk apa kau selamatkan dia,
bukankah dia anak yetan?
PENDETA
BHARABAH : Nanti dulu, Weda!
WEDAWATI : Kang Bahula sudah lupa, siapa Ratna Manggali?
Seluruh penduduk tahu bahwa dia anak syetan, tahi kucing! (TEMPO) Kang, ada apa
dia kau bawa kemari?
MPU
BAHULA : Ratna Manggali harus diselamatkan, Weda.
WEDAWATI : Pantaskah menyelamatkan anak syetan.
PENDETA
BHARABAH : (TENANG) Wedawati, jangan dulu berprasangka seburuk itu. Berikan
kesempatan pada Mpu Bahula untuk menjelakan. (TEMPO) Bahula, apa yang terjadi
setelah itu?
MPU
BAHULA : Sejak kecil Ratna Manggali hidup tersiksa, ia
menderita bathin karena perbuatan ibunya yang sangat dibenci oleh semua
penduduk.
PENDETA
BHARABAH : Saya mengerti. (TEMPO)
(KEPADA
RATNA MANGGALI) Ratna Manggali, apa yang telah terjadi atas dirimu selama ini?
RATNA
MANGGALI : (SEDIH) Semua orang mengutuk perbuatan mak
Calonarang yang suka menenung. Saya tahu perbuatan ibu memang terhina dan
bengis! (TEMPO) Saya berusaha menyadarkan, tetapi sebaliknya saya dihajar,
dan….
(MENANGIS)
dan saya diancam mau dibunuh. (TEMPO) Saya tidak kuat hidup di atas kekotoran.
Apa lagi semua orang juga membenciku mengatakan bahwa aku anak syetan terkutuk.
(MENANGIS) Saya akan melarikan diri, tetapi semua penduduk sudah membenciku,
sehingga saya takut dibunuh.(TERISAK-ISAK)
PENDETA
BHARABAH : Saya mengerti penderitaanmu! (TEMPO) Ratna Manggali, semua kejadian
telah berlalu, sehingga saat ini tidak perlu lagi dicemaskan.
MPU
BAHULA : Yai, Pendeta Bharabah, sudah terlalu banyak
Ratna Manggali memberikan bantuan padaku, ia dengan sepenuh hati mempertaruhkan
keselmatan jiwanya untuk membantuku, sehingga saya berhasil lolos dari cengkeraman Calonarang,
dan saya berhasil mendapatkan kitab primbon itu. (TEMPO) Yai, saya telah
berhutang budi pada Ratna Manggali.
PENDETA
BHARABAH : Ya… (TERSENYUM) Dan kau telah kawin dengan Ratna MAnggali, bukan?
MPU
BAHULA DAN RATNA MANGGALI TAK MENJAWAB, KEDUANYA MENUNDUK BERDIRI BERDAMPINGAN.
PENDETA
BHARABAH : Sudahlah……! (TEMPO)
Memang
tidak ada hak bagi aya untuk menghalang-halangi kemauanmu berdua. Semoga Ratna
Manggali menjadi jodohmu sampai tua.
MPU
BAHULA : Tetapi sayapun tidak akan meninggalkan
Wedawati, yai!
WEDAWATI
YANG TEGANG KEMUDIAN MENUNDUKKAN KEPALA. LALU PENDETA BHARABAH DENGAN PENUH
PENGHARAPAN MELANGKAH KESAN-KEMARI.
PENDETA
BHARABAH : Ya, sayapun tidak menolak! (TEMPO) Memang sudah sejak lama saya
sudah melihat jodohmu dengan Wedawati, (MELANGKAH KESANA-KEMARI SEPERTI
BERPIKIR) Kau jadikan Wedawati sebagai istri kedua, itupun tidak ada salahnya!
Seperti
pernah saya katakana, bahwa manusia itu tidak lebih dari seorang perencana dan
pelaksana yang hanya mampu menjalankan, tetapi Tuhanlah yangmenentukan. (TEMPO)
BAgitu juga dengan jodohmu berada di tangan Tuhan.
PENDETA
BHARABAH MELANGKAH KE TENGAH RUANGAN.
PENDETA
BHARABAH : Kemarilah, Weda!
WEDAWATI
MELANGKAH MENDEKATI PENDETA BHARABAH.
PENDETA
BHARABAH : (KEPADA MPU BAHULA DAN RATNA MANGGALI) Kau dan Ratna Manggali,
Kemarilah….!
MPU
BAHULA DAN RATNA MANGGALI MELANGKAH MENDEKATI, BERDAMPINGAN BERTIGA DENGAN
WEDAWATI.
PENDETA
BHARABAH : (SEPERTI DOA) Tidak ada kebahagiaan hidup di dunia selain kita
harus saling mengaihi. Berbahagialah hidupmu bertiga dalam keridhaan Tuhan,
Tegakkan Iman! Nikmat Tuhan telah terpancar dalam lubuk hati kalian ! (TEMPO)
Sekarang, marilah kita panjatkan do’a kehadirat Tuhan Yang Maha
Pengasih-Penyayang lagi bijaksana.
SEMUA
MENUNDUKKAN KEPALA, MENDOA DALAM BATHIN DALAM SUASANA SEPI SENYAP.
**
SELESAI
Surabaya,
juli 1975
Diketik
ulang oleh Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta
Maret
2007
0 komentar:
Posting Komentar